Dampak positif:
1) rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru.
2) Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang laku dipasaran ekspor Eropa.
3) Memperkenalkan teknoligo multicrops dalam pertanian.
Dampak negatif:
1) Rakyat makin miskin karena sebagian tanah dan tenaganya harus disumbangkan secara cuma-cuma kepada Belanda.
2) Sawah dan ladang menjadi terlantar karena kewajiban kerja paksa yang berkepanjangan mengakibatkan penghasilan menurun.
3) Beban rakyat makin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panen, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, serta menanggung risiko apabila panen gagal.
4) Akibat bermacam-macam beban, menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan.
5) Bahaya kelaparan dan wabah penyakit timbul di mana-mana sehingga angka kematian meningkat drastis. Bahaya kelaparan yang menimbulkan korban jiwa terjadi di daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Kejadian itu telah mengakibatkan penurunan jumlah penduduk secara drastis. Di Demak jumlah penduduknya yang semula 336.000 jiwa turun sampai dengan 120.000 jiwa, di Grobogan dari 89.500 turun sampai dengan 9.000 jiwa. Demikian pula yang terjadi di daerah-daerah lain, penyakit busung lapar (hongerudeem) merajalela.
6) Jumlah penduduk Indonesia menurun
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
proses kembalinya negara kesatuan
Proses Kembali ke Negara Kesatuan RI (NKRI) Dengan melalui perjuangan bersenjata dan diplomasi akhirnya Bangsa Indonesia memperoleh pengaku...
-
a. Kehidupan politik Kerajaan Mataram Kuno Kerajaan Mataram Kuno dikenal sebagai kerajaan yang toleran dalam hal beragama. Sebab, di Kera...
-
Kerajaan Kalingga/Holing merupakan kerajaan bercorak Hindu-Budha yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Keberadaan kerajaan ini dapat diketa...
-
A. Kerajaan Ternate Tidore Kehidupan Politik di Kerajaan Ternate Tidore Di Maluku terdapat dua kerajaan yang paling berpangaruh, yakni Te...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar